Friday 11 September 2015

Istimewanya Misa Basa Sunda, Dibawakan Uskup Bandung

DI suatu Minggu sore ketika aku menumpang ibadah ke Gereja St. Mikael Waringin, ada pengumuman bahwa akan diadakan Misa Basa Sunda di Katedral Bandung pada 23 Agustus 2015 jam 2 siang. 

A ha! Suatu hal yang jarang-jarang terjadi apalagi kalau aku nggak salah dengar pengumuman, yang membawakan misanya adalah Uskup Bandung nu ganteng tea, Mgr. Antonius Bunjamin! Ta shi wo de shu shu!

Tapi aku mau datang bukan lantaran siapa yang bawakan misanya, melainkan memang sudah tekad kalau aku mau hadir di Misa Basa Sunda tsb yang diadakan cuma sekali dalam 3 bulan di Keuskupan Bandung.  Mau siapapun imam yang membawakannya, sudah pasti ini misa istimewa betul. Istimewa karena mengintekrasikan unsur budaya lokal dalam ibadat resmi. Perkara yang membawakannya jadi Si Bp Uskup ganteng, ah, itu, mah, bonus! Jadi makin istimewalah Misa Basa Sunda ini.

Dekat-dekat harinya, aku ajak beberapa teman dan sukses yang mau datang ada 2, temanku sekelas di kelas Mandarin Si Fang Ing, dan teman dari komunitas lintas agama, Si Sonny. Anehnya, Fang Ing yang petugas di Katedral, malah tidak tahu kalau Misa Basa Sunda tsb akan dibawakan oleh Bp. Uskup.

Tiba harinya misa, aku sengaja datang lebih pagi ke Katedral mengingat bakalan penuh isi kursi katedral kalau benar yang bawakan misa adalah Uskup Bandung. Sebab, emang benar kalau umat datang ke gereja pasti cari Tuhan Yesus Kristus tetapi kalau datang ke misa, carinya Bp. Uskup!

Begitu besar daya tariknya Bp. Uskup Bandung ini, sampai-sampai aku melihat ada beberapa umat yang aku tahu, jarang datang ke misa. Sepertinya Bp. Uskup Bandung yang sekarang, begitu dicintai banyak umat, sampai-sampai umat yang jarang datang misa, rela bersusah payah untuk datang dan rela berdesakan serta kepanasan di dalam gedung Katedral.


Benar saja. Begitu misa jam 12.00 selesai sekira Pk 13.15, aku sudah tiba di belakang katedral sebelum Pk 13.00. Temanku Fang Ing yang jadi petugas di misa jam 12.00 akhirnya bisa ketemu dan ketika kami masuk ke dalam Katedral, ndilalah, kursi di dalam Katedral sudah hampir penuh, untung aku dan Fang Ing masih dapat di sekitar 5 baris kursi depan, bisa lihat mimbar dan altar dengan cukup jelas.

Menjelang mulai misa, Paduan Suara ternyata dari Tim Koor St. Odilia-Cicadas. Seorang ibu yang ternyata dari Paroki Pandu mengomentari kalau si Bapak Dirigennya ganteng, hahahaha, aku cuma bisa senyum sambil menikmati lagu-lagu misa berbahasa Sunda yang terdengar indah ditingkahi iringan Degung Sunda.

Dan, ternyata, rupanya perarakan misa tidak dari pintu depan Katedral melainkan dari pintu sakristi dan jrengggg.......... ternyata betul, Bp. Uskup Bandung, Rama Kanjeng Antonius S. Bunjamin, OSC yang jadi pembawa misa bersama Rama Kanjeng Tarpin, yang sudah jadi Magister Jendralnya OSC sedunia! Wah, ini, sih, namanya dobel bonus!

Tapi Shu shu Antonius, kali ini tampil sederhana sekali,  tanpa banyak atribut kayak biasanya kalo dia pimpin misa. Saat itu, dia cuma pakai pileola/solideo tanpa tongkat gembala. Sesungguhnya, penampilan uskup sebagai gembala yang sederhana ini yang enak dilihat karena membumi, nggak kerepotan atribut :)

Misa dimulai dan Rama Kanjeng Antonius mulai bertutur dalam Basa Sunda Lemes. Ada beberapa poin bacaan misa yang dibacakan bergantian dengan Rama Kanjeng Tarpin nu Basa Sunda Lemesna sae pisan. Paduan Suara pun bersama Degung Sunda membawakan lagu-lagu pujian misa dengan enak. Pembacaan Kitab Suci dari Perjanjian Lama (kitab Yosua) dan Injil pun dibawakan dalam Basa Sunda. Ketika tiba waktunya si gembala itu memberikan homilinya, wehehehehehe, Rama Kanjeng Antonius sukses beberapa kali bikin umat tertawa dengan isi homilinya yang lucu namun dibawakan dengan tampang serius. Dalam Basa Sunda tentunya, dan salut kepadanya, membawakan homili pakai Basa Sunda Lemes walau Rama Kanjeng harus membaca dari catatannya supaya tidak salah sebut. 

Rama Kanjeng membawakan cerita dengan dialog antara seorang pemuda yang membeli lotek kepada seorang ibu penjual lotek. Lucu, karena lengkap isi lotek disebut, mulai dari kacang sampai cengek, dari mentega sampai jalantah. Pada akhirnya, Rama Kanjeng menegaskan, apapun di kehidupan ini kalau yang penting yaitu Gusti Yesus Kristus tidak ada, maka semuanya tidak berguna, jadi sia-sia.





Bagi umat yang paham Basa Sunda Lemes, pasti sepakat dengan saya bahwa usaha Rama Kanjeng Antonius untuk berbasa Sunda Lemes patut diapresiasi, walau Beliau masih harus banyak belajar lagi dari Rama Kanjeng Tarpin nu Urang Sunda Asli. Pokona, mah, Bravo, ka Rama Kanjeng Antonius! Mugia damang salajengna, saterasna, diberkahan ku Gusti Yesus.


Masih ada bonus lain selepas Misa Basa Sunda tsb. Yaitu acara ramah-tamah, umat sekalian bisa menikmati makanan ringa a la Sunda sepeti Pisang Rebus, Kacang Rebus, Rangginang sampai bisa minum Bajigur lengkap dengan Cangkalengna.

Bonus lain yang aku dapatkan adalah, kesempatan bergambar bersama Uwak Rama Kanjeng Tarpin, sebelum Si Uwak bertugas di Roma.




Di kali itu, aku memang tidak sempat bergambar bersama Rama Kanjeng Antonius yang lagi tumben, hanya pakai crux pectoralis perak, karena selain Rama Kanjeng tsb selalu dikerubuti umat, sampai Beliau mau minum juga mesti ada yang antarkan kepadanya, juga karena lebih penting bisa "tangkap" dulu Uwak Tarpin. Kalau Uwak Tarpin sudah keburu berkantor di Roma, sudah pasti  bakal susah menangkapnya, hehehehe...



Bandung, 11 September 2015