Saturday 28 January 2017

Tur Malam Tahun Baru Imlek 2017

Komunitas Jakatarub Bandung, bekerja sama dengan beberapa tempat ibadah di Jl. Kelenteng dan Jl. Cibadak, kembali menyelenggarakan tur malam Tahun Baru Imlek 2017 pada Jumat malam, 27 Januari 2017 lalu, sebagai upaya mengenalkan tradisi dan budaya Tionghoa di Indonesia dalam menghayati tahun baru, dari masing-masing sudut pandang tradisi dan teologi (Konfusianisme, Taoisme dan Buddhisme Tiongkok).

Tempat-tempat ibadah yang dikunjungi adalah :
1) Kelenteng Gede, (TITD) yaitu Vihara Satya Budi.
2) Vihara Dharma Ramsi (TITD)
3) Kong Miao, tempat ibadah Ajaran Konghucu

4) Vihara Sinar Mulia, tempat ibadah Ajaran Tao (Taoisme)
5) Vihara Tanda Bakti, Buddha Mahayana

Semua tempat ibadah tsb menyambut kami hangat kecuali Vihara Sinar Mulia yang baru akan ada pengurusnya datang untuk ibadah Pk. 23.00, maka tidak ada fotonya. DI lokasi ini peserta hanya sempat diberikan penjelasan sekilas oleh seorang pengurus Jakatarub, tentang ajaran Taoisme dan perbedaannya dengan Konghucu
Tempat yang benar-benar vihara yang benar-benar untuk agama Buddha dan ada biaranya yaitu Vihara Tanda Bakti.

Peserta datang dari berbagai kalangan lintas agama dan kepercayaan. Ada beberapa mahasiswa dari UIN Sunan Gunung Djati Bandung dari jurusan Perbandingan Agama, ada rekan-rekan pendeta dan umat Kristen. Ada perwakilan dari pemeluk Katolik yaitu Pst. Agustinus Sugiharto, OSC dari KomHAK Keuskupan Bandung, perwakilan umat dari Gereja St. Laurentius termasuk dari Majalah Komunikasi Keuskupan Bandung, juga beberapa rekan umat Hindu dan bahkan ada perwakilan dari Muslim Tionghoa, diwakili anggota dari PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia), tak lupa warga awam lainnya yang tertarik untuk belajar dari acara ini.
Antusias tinggi dari para peserta yang mungkin beberapa diantaranya baru pertama kali mengunjungi tempat ibadah Tri Dharma dan vihara, yang bernuansa kebudayaan Tionghoa, berkenaan dengan perayaan Tahun Baru Imlek sebagai perayaan budaya.
Menunjukkan bahwa di Kota Bandung, keberagaman merupakan satu dari sekian sumber kegembiraan pada perayaan budaya. Kiranya dari tur ini, setelah belajar mengenal lebih dekat, bisa sikap toleransi dan kerukunan dari setiap umat beragama akan lebih kokoh lagi di antara warga Kota Bandung.
Senang melihat antusiasnya para peserta yang mungkin beberapa diantaranya baru pertama kali mengunjungi tempat ibadah Tri Dharma, yang bernuansa kebudayaan Tionghoa. Walaupun di akhir acara ada sedikit "kekacauan" lebih karena kurang koordinasi, padahal sekian jumlah peserta sudah dibagai menjadi 4 kelompok agar lebih tertib.
Kiranya tur malam Tahun Baru Imlek yang akan datang akan lebih baik lagi.

1) Kelenteng Gede - Vihara Satya Budhi (Xie Tian Gong)
Lokasi ini menjadi titik kumpul awal bagi seluruh peserta. Jumlah peserta lumayan banyak, di atas 60 orang sehingga untuk menjaga ketertiban, perlu koordinasi.

Pengurus Jakatarub membagi peserta menjadi 4 kelompok agar mudah koordinasinya juga karena alasan pintu masuk di sebuah kelenteng tidak akan memuat ke semua peserta untuk masuk bersama-sama.

 Lampion menyambut yang datang di gerbang Kelenteng Gede 

bagian depan Xie Tian Gong

Patung Jenderal Guan Gong, tuan rumah di kelenteng ini



Pak Sugiri sebagai relawan sejarah, sedang menjawab pertanyaan dari para peserta tur

Kalender gabungan Masehi dan Lunar, termasuk hitungan hari terbaiki, hari baik dan hari buruk.

Foto bersama sebelum  melanjutkan perjalanan ke tempat-tempat ibadah lainnya

barisan lampion mengiringi para peserta

2) Vihara Dharma Ramsi
Di sini, para peserta masuk bergantian per kelompok. Para peserta pun dijamu dengan menu makanan vegetarian yaitu : bihun goreng, mie goreng, bubur kacang hijau dan ketan hitam serta roti selai kacang




barisan lilin di lokasi Vihara Dharma Ramsi



 Para peserta dijamu dengan makanan vegetarian di bagian belakang vihara.





3) Kong Miao

Para peserta diterima oleh pengurus Kong Miao dan diarahkan langsung ke aula di lantai atas bangunannya, yang ada altar pemujaan Konghucu, untuk mendengarkan penjelasan dan bertanya jawab tentang Ajaran Konghucu atau seputar hal ikhwal Tahun Baru Imlek dengan pengurus Kong Miao.



Perwakilan pengurus Jakatarub dan peserta tur berfoto bersama dengan pengurus Kong Miao dan wakil petugas aparat keamanan yang menjaga tempat ibadah




4) Vihara Tanda Bakti
Vihara ini adalah tempat ibadah yang benar-benar untuk beribadahnya para umat Buddha dari aliran Mahayana dan bangunan viharanya lengkap dengan biara tempat para bhiksu tinggal. Tidak digabung dengan ibadah Ajaran Konghucu dan Ajaran Tao.

Peserta tur terbagi-bagi antara yang mendengarkan penjelasan dari pengurus vihara, dengan yang memilih berkeliling melihat-lihat fasilitas vihara sekalian berswa foto.
Bagi peserta tur yang memerlukan energi tambahan sebelkum pulang, boleh ikut menikmati sajian bajigur, bandrek , ketan bakar sampai nasi soto ayam, dari para pedagang kaki lima yang sengaja disewa oleh pengurus vihara.

Lumayan, saya bisa puas meneguk bajigur hangat sebelum pulang.





itu bukan obat nyamuk bakar, tapi barisan dupa melingkar 






 Penjelasan dari seorang pengurus vihara didampingi seorang pengurus Jakatarub


lonceng dibunyikan menjelang tengah malam,  tanda waktu ibadah Tahun Baru Imlek segera dimulai

Sebelum meninggalkan Jalan Kelenteng, saya sempat mengambil foto kegiatan pasar malam yang diadakan untuk memeriahkan perayaan Tahun Baru Imlek. Ada penjual es serut yang menawarkan hidangan es serut yang tinggi dan banyak, dilumuri sirup dan susu kental coklat. Kelihatannya enak, tapi entahlah, saya hanya memotret, tidak ingin membelinya :D




Sampai jumpa di kegiatan lintas agama lainnya.


SELAMAT TAHUN BARU IMLEK 2568. 


Bandung, 29 Januari 2017
Linda Cheang

Sumber foto :
- Koleksi pribadi
- Budi Yasri
- Majalah Komunikasi Keuskupan Bandung
- Jakatarub


Keterangan :
Jakatarub : Jaringan Kerjasama Antar Umat Beragama, merupakan sebuah komunitas yang pengurus dan  para anggotanya adalah warga dari lintas agama/kepercayaan.

TITD : Tempat Ibadah Tri Dharma, yaitu tempat ibadah untuk kegiatan ibadah bagi Agama Buddha, Ajaran Konghucu dan Ajaran Tao alias Taoisme.

Thursday 5 January 2017

Menulis Lagi Itu Kayak.....

Sekian waktu lamanya aku nggak nulis-nulis. Maksudnya, menulis panjang entah di blog pribadi, entah di Notes fesbukku sendiri, entah juga di buku tulis yg kujadikan jurnal pribadi. Malah di awal 2017 ini ketika aku buka kembali jurnal pribadiku, terakhir kali kutulis pada tanggal belasan Januari 2016. Hah?? Ke mana saja selama nyaris setahun, aku itu? Hehehe...

Mau mulai menulis lagi, kayak menanggung beban berkilo-kilogram di punggung, karena rasa malasnya itu, lho! Hadeuh! Melawan rasa malasnya itu yang berat, sih! Macam mendorong mobil mogok tapi majunya cuma sedikit-sedikit. Ketika aku lakukan kilas balik lagi di 2016, ternyata semua berlalu begitu saja hanya terekam beberapa dalam gambar yang dijepret, tapi tidak ditulis dan sejujurnya, aku agak menyesal juga, walau nggak nyesel-nyesel amat, sih. Aku bukan tipe orang yang menyesal berlama-lama lalu sedih terus gegerungan teu puguh. Nggak, lah!


Kalo saja aku rekam semua peristiwa dari yang heboh sampai yang remeh-temeh ke dalam jurnal pribadi, entah ditulis tangan, entah diketik dalam blog, semua kenangan berharga itu untuk dijadikan pelajaran akan terekam dengan baik. Padahal sepanjang 2016 itu, jika dingat lagi, banyak hal-hal baik, indah dan menyenangkan terjadi yang menyeimbangkan hal-hal buruk, jelek dan menyedihkan. Jika mau dihitung satu-persatu, malah lebih banyak hal-hal positifnya. Lebih banyak berkatnya daripada tahun sebelumnya dan semakin banyak penyertaan Tuhan dalam hidupku. Sayang aja, akunya terlalu malas untuk menyimpannya dalam tulisan yang bisa dijadikan dokumentasi. Hehehehe.

Aku nggak perlu melemparkan kesalahan kepada si setan atas kemalasanku, karena memang salahku sendiri, koq. Tapi memang aku yang bodoh, mau aja terkena rayuan si setan untuk malas, untuk tunduk pada ngantuk karena kesibukan menumpuk, dlsb, padahal aku sudah diingatkan untuk berjaga-jaga, waspada mengelola waktu dengan baik. Dengan alasan, sudah punya banyak foto, akhirnya aku malas menulis, padahal foto-foto pun akan lebih bercerita bila dibubuhi tulisan. Menulis saja malas, membaca pun akhirnya jadi serasa terpaksa.

Aku memaksakan diri untuk terus setia membaca Kitab Suci dengan program bacaan setahun, tapi rasa malas dan tunduk pada ngantuk tsb yang membuat akhirnya 2016 lalu gagal 100% khatam tepat pada waktunya, heuheuheu. Banyak bolong-bolongnya dan akhirnya utang khatam bacanya aku lanjutkan di awal 2017, mengakibatkan aku harus ekstra tenaga 3x lipat untuk membacanya. Yaitu bacaan untuk 2 hari pada sisa daftar bacaan 2016 dan 1 hari bacaan harian 2017 pada waktu sebelum tidur. Konsekuensinya, aku jadi kekurangan jam tidur dan aku merasa makin mudah lelah di siang hari, hahahahaha. 

Aku juga membaca banyak buku-buku dari berbagai genre, tapi hanya sekian buku saja yang bisa kubaca sampai benar-benar tuntas.  Jumlahnya yang tuntas kubaca bahkan di bawah jumlah jari sebelah tanganku, hihihi. Tuntas baca buku bukan berarti aku langsung paham inti dari isi bacaan bukunya itu. Nah, lho! Akhirnya, macam serasa aku dibikin kaget dengan kejutan sengatan listrik! Stroom! Blitzz! Dhuarrr!

Maka dari itu di 2017 ini aku pikir daripada bikin resolusi yang menggelegar tapi nggak direalisasikan, lebih baik aku memulainya dengan hal-hal baik, termasuk menulis, walau kadang isi tulisannya mungkin hanya hal-hal remeh :D. Membaca buku apapun termasuk Kitab Suci sampai tuntas atau khatam dan tentunya : produktif menulis. Termasuk di dalamnya menulis tanggapan, menuliskan hasil review. Bersyukur bahwa aku masih dilibatkan dalam proyek bukunya si teman yang orang Belanda, walau sekedar menjadi juru perbaikan (proof reader). Masih juga aku dilibatkan untuk memoderasi kelas-kelas diskusi daring dan di tahun yang baru ini, aku mau lebih fokus melakukannya.



Bandung, 6 Januari 2017

*gambar-gambar yang dipakai, diambil dari Google images